Oleh: DR. Fuad Amsyari (Ketua Dewan Kehormatan Partai DPP-PBB) Dalam al Qur’an secara eksplisit disebutkan bahwa Islam itu ajaran
yang sempurna (al Qur’an surat al Maidah ayat 3). Sering dipertanyakan
di mana kesempurnaan agama Islam jika misalnya di banding dengan ajaran
lain? Sebagai muslim yang mestinya selalu berusaha kian memahami Islam
tentu diharapkan bisa menjawab pertanyaan seperti itu. Jika tidak mampu
mendapat jawabannya bisa saja agama Islam yang dipeluknya lalu disamakan
kualitasnya dengan ajaran lain, hanya beda sisi ‘ritualnya’, misalnya
Islam ke mesjid dan yang lain ke tempat penyembahan yang berbeda. Kasus
seperti itu kini sedang marak karena ada yang mempropagandakan dengan
dana besar, yakni menyamakan Islam dengan ajaran lain sehingga hidup
menjadi tanpa arah yang jelas. Pemeluk Islam yang encer seperti itu akan
mudah terperangkap jebakan musuh Islam, yang memang ingin umat tidak
berkarakter dan menjadi busa dipercaturan masyarakat plural. Ajaran
liberalisme dibentuk dan disebarkan bertujuan menggerogoti umat Islam
yang memiliki ajaran amat spesifik. Misi ideologinya menganggap semua
agama sama saja, menjadi muslim atau menjadi pemeluk agama apapun di
dunia, yang penting mengakui adanya tuhan. Pandangan liberalisme itu
secara dialektik malah bisa menguatkan ateisme, karena berujung beragama
dengan tidak beragama menjadi tidak banyak bedanya. Di Amerika Serikat
yang getol dengan faham liberalisme kini juga terlanda ateisme
terselubung, di mana menurut survey sosial-politik Pew terbaru
menunjukkan jumlah penduduk Amerika Serikat yang tidak beragama kian
besar, yakni 20%. Astaghfirullah, semoga Allah SWT melindungi umat Islam
dari godaan syetan.
Pada sisi lain, Rasulullah Muhammad SAW juga dikenal sebagai orang
yang teramat berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Hal itu diakui
bukan saja oleh umat Islam namun juga oleh banyak kalangan non-Islam.
Dalam buku Michael Hart “The 100 Most Influencial Persons in History”
disebutkan bahwa Muhammad (maksudnya Nabi Muhammad) terpilih menjadi
tokoh nomor pertama, baru Newton, lalu Yesus dan lain2nya. Penulis
menempatkan Muhammad dalam urutan paling berpengaruh karena besarnya
jumlah penganut ajarannya dan kemurnian peran individual dia yang mampu
merubah banyak pemikiran manusia lain. Dijelaskan oleh penulis walau
ajaran Yesus juga banyak yang menganut namun substansi ajaran agamanya
banyak dikembangkan oleh orang lain, berbeda dengan Muhammad yang
membentuk membentuk ajaran khas Islam keseluruhannya.
Kehebatan pengaruh Nabi Muhammad dalam kehidupan manusia tersebut
sering menjadi pertanyaan apa gerangan rahasianya. Banyak yang
berpendapat karena beliau adalah seorang nabi sehingga sudah dijamin
atau ditaqdirkan sukses. Jawaban seperti itu tidak salah namun lalu
tidak bisa ditiru oleh manusia lain manapun sesudahnya karena tidak akan
ada nabi baru setelah nabi Muhammad itu. Jawaban seperti itu tentu
tidak memberi nuansa edukatif kepada umat bagaimana seharusnya menjalani
hidup itu supaya bisa sukses besar, mendekati sukses beliau. Jawaban
semacam itu bisa dikategorikan jawaban ‘non-empiris’, jawaban
keghoiban, jawaban supranatural yang tidak bisa dijadikan pelajaran bagi
manusia lain. Tentunya manusia pada umumnya dan umat Islam secara
khusus perlu mencoba mencari jawaban yang diluar keghoiban juga, jawaban
empiris atau sahadah, kreatif menganisis dengan mendalam akan
kesuksesan Nabi itu supaya bisa ditiru prosesnya oleh manusia lain.
Inilah pendekatan rasional tentang suatu kasus kesuksesan yang bisa
menjadi acuan atau percontohan pada manusia, khususnya umat Islam yang
memeluk ajaran agamanya. Analisis yang bersifat di luar keghoiban itu
bisa disebut sebagai EMPIRISASI KESUKSESAN NABI. Manusia perlu terus
menyempurnakan analisisnya sehingga kesuksesan nabi itu lalu bisa
dicontoh oleh manusia sesudahnya yang ingin sukses hidupnya mendekati
sukses yang berhasil dicapai nabi.
Dari kajian analisis empiris yang dilakukan secara berkelanjutan maka
para cendekiawan muslim akan semakin mendekati kebenaran yang ada
terkait sebab empiris keberhasilan nabi dan bisa mengantar manusia yang
mengikuti prinsip tersebut untuk memperoleh manfaat besar dalam
kehidupannya. Dari pendekatan itu pula akan bisa terkuak betapa
berbedanya Islam dengan ajaran agama lain, yang akhirnya menjadi mudah
difahami secara rasional makna kesempurnaan agama Islam untuk bekal
manusia memperoleh kejayaan dunia-akherat.
Berikut ini analisis yang diharapkan bisa menghantar pada pemahaman
rasional akan kesuksesan nabi Muhammad SAW dan makna kesempurnaan Islam
untuk keberhasilan hidup manusia di dunia dan akherat. Minimal ada 3
(tiga) prinsip yang menjadi kunci suksesnya Nabi Muhammad SAW secara
empiris yang bisa ditiru oleh manusia manapun (yang tidak menjadi nabi).
1. IDE KHAS APA MAKNA MANUSIA YANG BAIK, SEBAGAI: a) PRIBADI, b) KELUARGA, c) MASYARAKAT-BANGSA-NEGARA
Rasulullah jelas memiliki ide khas apa kriteria ‘manusia baik’, dalam
skala individu, satuan keluarga, dan juga dalam tatanan
masyarakat-bangsa-negara. Banyak ajaran agama yang memiliki kriteria
manusia baik namun hanya pada skala individu saja, tidak menyangkut
kriteria bagaimana keluarga yang baik dan bagaimana sebuah tatanan
bangsa-negara yang baik. Dari keberadaan lingkup ide ini saja sudah
bisa dibedakan kualitas Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Belum lagi
jika ditinjau dari substansi tentang ciri kualifikasi baik itu sendiri,
kualitas kriterianya dan nilai kemanfaatannya.
Jika suatu ajaran memiliki ide khas apa itu manusia baik, walau tidak
menyeluruh, bisa saia ide khas tersebut lalu diikuti oleh orang lain.
Katakanlah seseorang yang memiliki ide ‘tidak ada tuhan sehingga bebas
melakukan apapun asal sesuai perilaku nenek moyang’, tentu bisa saja
berpengaruh dan banyak diikuti oleh orang lain. Atau ide bahwa seorang
individu itu akan dekat dengan tuhan dan menjadi terbimbing hidupnya
jika mau melakukan ritual tertentu (sebutlah dengan acak, misalnya
dengan cara melaparkan perutnya selama tiga hari tiga malam
berturut-turut disertai menyendiri di tempat sunyi) maka bisa saja
pemikiran tersebut dipercaya orang lain dan jadilah dia seseorang yang
memiliki pengaruh. Begitulah salah satu alternatif proses kelahiran
‘agama’ baru dan dia lalu menjadi pemimpinnya Banyak kasus menunjukkan
kalau ide itu berkaitan dengan tuhan maka sifatnya hanya sebatas skala
individu dan terkait tata-cara ritual. Untuk pembenar idenya maka si
pencetus bisa memakai berbagai modus, dikatakan dari ‘mimpi’ atau
memiliki hubungan khusus dengan malaikat, peri, roh, bahkan dengan tuhan
sendiri. Jika cara menyampaikan idenya meyakinkan maka akan ada saja
orang percaya dan menjadi pengikut setianya. Dari banyak pengalaman
adanya kasus ‘agama’ seperti itulah lalu lahir suatu pendapat umum bahwa
agama itu hanyalah menyangkut masalah pribadi dan ritual.
Kadangkala ide khas tentang makna individu baik juga dikaitkan dengan
beberapa bentuk perilaku pribadi terbatas seperti jujur, bicara lembut,
dan semacamnya. Kadang pula dikembangkan beberapa ciri umum keluarga
yang baik seperti hubungan yang spesifik antara suami-isteri ideal,
namun tidak lengkap, apalagi jika si pemrakarsa ide keluarga baik itu
sendiri tidak berkeluarga. Bisa juga lalu lahir konsep khas cara kawin,
cara mendidik anak, warisan harta jika mati, dan sekitar itu oleh rekaan
semata.
Mengajak untuk mengikuti konsep khas bagaimana sebuah ritual
keagamaan dan bagaimana berkeluarga yang khas umumnya tidak sulit karena
hanya melibatkan orang per orang atau sebuah keluarga yang
beranggautakan tidak banyak (umumnya dua sampai lima-enam orang). Ajaran
beritual pribadi atau berkeluarga secara khas bisa berkembang relatif
mudah. Tentu mudah terjadi resistensi penyebaran ide berkeluarga yang
baik jika pencetus idenya sendiri tidak berkeluarga. Jika ajaran agama
itu dirasa perlu memasukkan adanya ide model berkeluarga maka sebaiknya
ada orang lain yang sudah berkeluarga untuk menambahkan ide keluarga
baik. Penambah ide tentunya merasa cukup berpredikat menjadi pendukung
dekat pencetus ide “ritual” yang ternyata mendapat simpati banyak orang.
Dengan kata lain, orang bisa menumpangkan ide keluarga baik yang
direkanya ke pemilik ide ritual orang lain. Pencetus ide tambahan sudah
puas menempati posisi sebagai pendamping utama si pemilik ide pertama
(individu baik) yang sukses.
Ide khas dalam kehidupan manusia juga bisa menyangkut pada ide
tentang tatanan masyarakat-bangsa-negara yang dikiranya baik. Tnetunya
si pemilik ide tersebut perlu menjabarkan secara jelas bagaimana
struktur dan mekanisme kerja suatu tatanan negara yang difikirnya ideal
itu. Pemilik ide tentang tatanan bangsa-negara (tatanan politk) seperti
itu sering malah bisa menjadi tokoh amat terkenal karena ide tatanan
negara idealnya. Jika ada orang lain yang tertarik dan bisa
menerapkannya dalam suatu realitas sosial maka si pemilik ide dan si
pelaksana ide sering menjadi terkenal luas, terlepas apakah ide itu
nantinya bermanfaat bagi kemanuisaan atau malah menghancurkan peradaban.
Contoh ide khas tentang tatanan sosial ini misalnya Karl Max dengan
“Das Kapital”nya yang mencetuskan ide bahwa masyarakat ideal itu adalah
masyarakat komunis. Ide itu lalu berhasil direalisir orang lain sesudah
matinya si pencetus sendiri. Ide Karl Mark baru dapat diwujudkan oleh
Lenin dengan teman2nya yang berhasil meruntuhkan dinasti kerajaan Rusia
dan menggantinya dengan negara dalam konsep yang dibuat Karl Mark. Namun
karena bukan si penulis buku sendiri yang memimpin awal terbentuknya
Rusia Komunis maka terjadilah berbagai perselisihan internal dalam
pembentukannya, seperti antara lain persaingan Lenin dengan Tolstoy yang
membawa korban tidak sedikit.
Lahirnya banyak negara dengan ciri khasnya juga sering dimulai dengan
adanya ide khas pemikir tentang apa itu negara yang baik, lalu dia dan
pengikutnya menerapkan ide tersebut dalam sebuah negara yang
dipimpinnya. Kasus Arab Saudi yang dimulai dengan Abdul Aziz yang
bekerja sama dengan Muhammad bin Abd Wahab berujung dengan negara
memakai sistem kerajaan dan berpola seperti Saudi sekarang. Hitler
dengan kelompok Nazinya juga berhasil membangun tatanan negara yang khas
berlandaskan ide tatanan politik dengan filosofi ras Aria adalah ras
terungggul. Dari tinjauan empiris ini maka juga bisa dianalisis
bagaimana Nabi Muhammad juga memiliki ide spesifik tentang model
tatanan negara yang baik yang lalu memang nyata berhasil menerapkan dan
membuktikan baiknya melalui terbangunnya negara Madinah yang semula
tidak ada apa-apanya menjadi mercu suar dunia.
Dari keseluruhan uraian di atas kini mudah diambil kesimpulan bahwa
suksesnya orang untuk memiliki pengaruh besar dalam dunia manusia
harusnya dia memilki IDE KHAS tentang APA MAKNA MANUSIA BAIK ITU, bisa
dalam lingkup terbatas (sebatas Individual-Ritual), bisa pula ide khas
untuk keseluruhan lingkup kehidupan manusia, yakni individu, keluarga,
dan negara. Kasus SATU-SATUNYA di dunia yang terkait ide komprehensif
tersebut hanyalah Rasulullah Muhammad SAW.
Pengaruh seseorang pada orang lain sudah bisa diperoleh walau hanya
sekedar ide untuk lingkup terbatas, seperti kasus ritual saja. Di sisi
lain dampak dari ide yang terbatas pada skala individu dan ritual tentu
berbeda jika dibanding dengan dampak ide tentang bagaimana tatanan
bangsa-negara yang ideal. Dampak tersebut bisa dalam arti ‘kebaikan’
yang terjadi atau ‘kerusakan’ yang menimpa sekitarnya, amatlah
ditentukan oleh kualitas ide tersebut. Bisa saja ada orang punya ide
khas tentang tatanan negara yang tatkala diterapkan dalam realitas
ternyata menghasilkan kerusakan dan kehancuran ralyat dan bahkan umat
manusia di sekitar negara bersangkutan. Kasus Hitler masa lalu,
komunisme di era Uni Sovyet, dan Kapitalisme di jaman Amerika Serikat
sekarang jelas membawa banyak kerusakan pada umat manusia, seperti
ketimpangan sosial, dominasi segelintir manusia atas penderitaaan
massal, polusi lingkungan, dan kehancuran akhlak. Di sisi lain, jika ide
itu sebatas individual-rirtual jika buruk dan salah maka yang terkena
dampak hanya individu yang mengikuti ritual itu.
Nabi Muhammad jika dilihat dari kaca mata seorang manusia jelaslah
beliau memiliki ide khas mengenai apa manusia yang baik itu, pada
lingkup individu, keluarga, dan bahkan tatanan bangsa-negara. Beliau
berhasil mempraktekkannya secara utuh pada ketiga dimensi kehidupan
tersebut yang ternyata berdampak amat baik pada kehidupan manusia dan
masyarakat. Begitulah penjelasan empiris yang membuat Muhammad menjadi
manusia yang memilki pengaruh terbesar di dalam sejarah kemanusiaan.
Terlepas apa substansi ide khas yang dibawa oleh nabi Muhammad kini
perlu diulas pula siapa sumber utama ide tersebut. Di sinilah letak
kaitan antara ide khas itu dengan agama Islam yang diturunkan Allah SWT
untuk manusia melalui hamba dan utusanNya, Muhannad SAW. Haruslah juga
ditelusuri mengapa Muhammad mampu memiliki dan melaksanakan ide utuh
tersebut. Di sinilah esensi kerasulan, turunnya wahyu dari si pemilik
ide sebenarnya, yakni Allah SWT, kepada manusia pilihanNya, Muhammad.
Allah SWT menghendaki bahwa melalui Muhammad SAW maka lahir di dunia ini
ide tentang kriteria manusia baik itu, apakah skala pribadi, keluarga,
dan bangsa-negara. Keyakinan akan ide istimewa tersebut, yang lalu juga
dibuktikan dengan kenyataan bahwa ide tersebut operasional, faktual, dan
realistik haruslah diimani oleh semua pengikut Nabi Muhammad dan
berupaya merealisirnya dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, dan
berbangsa-bernegara di tempat masing-masing. Keyakinan seperti itulah
yang disebut sebagai IMAN yang utuh. Keimanan sedalam itu kini
sepertinya banyak tergerus oleh pengaruh syetan. Banyak orang Islam yang
hanya percaya ide baik tentang manusia itu sekedar lingkup pribadi dan
ritual, mengabaikan ide benar dan baik tentang pengelolaan bangsa-negara
yang dibawa Rasulullah.
2. KETELADANAN HIDUP SESUAI DENGAN IDE YANG DIMILIKI
Ketiadaan keteladan dalam ide khas tentang makna baik dalam kehidupan
manusia tentu mengurangi besarnya pengaruh pada orang lain. Dengan kata
lain, jika pemilik ide memang bisa mempraktekkan dalam kenyataan
sehari-hari sisi praksis dari idenya yang ternyata juga memberi efek
positif maka orang akan berbondong-bondong mengikutinya. Itulah yang
terjadi pada kasus Rasulullah. Beliau memulai dengan percontohan dengan
tegas tidak menyembah patung latta-uzza sebagai tuhan, lalu melakukan
ritual khas, berakhlak jujur, amanah, lemah lembut, tegas dalam
menegakkan prinsip, sederhana dalam hidup walau berharta, suka menolong
orang, dan berbagai akhlak kariimah lainnya membuat orang lalu memahami
ide prototipe manusia yang baik secara individual. Mereka menghormati,
lalu meniru, dan ujungnya meyakini benarnya ide makna baik sebagai
individu manusia seperti itu.
Dalam berkeluarga Rasulullah juga menerapkan ide khasnya (sesuai
petunjuk Allah SWT), seperti bagaimana memperlakukan istri dan anak2,
penuh perhatian pada yang membantu rumah-tangganya, sikap pada tetangga
yang santun, dan lain2nya membuat orang tahu makna keluarga sakinah dan
mengadopnya sebagai model dalam membentuk kelurganya sendiri.
Ujungnya, dalam proses membangun model tatanan bangsa-negara
ideal/khas, Nabi juga melakukan pengelolaan negeri yang dipimpinnya
(Madinah) dengan spesifik. Bagaimana bentuk dan penerapan hukum,
kebijakan ekonomi, pengembangan budaya, dan pertahanan keamanan yang
dikembangkan juga khas, yang kini dikenal sebagai syariat kenegaraan
Islam, meliputi kebijakan terkait politik, ekonomi, sosial-budaya,
pertahanan-keamanan. Ciri khas pengelolaan bangsa-negara yang dijalankan
Rasulullah tidaklah terlepas dari bimbingan Allah SWT. Ciri itu pasti
berbeda dengan cara yang dilakukan secara mereka-reka sendiri yang kini
disebut sebagai cara sekuler, apakah namanya komunisme, kapitalisme,
sosialisme, dan berbagai penamaan lain. Ciri khas pengelolaan
bangsa-negara yang Islami itu ternyata memberi dampak positif luarbiasa,
mendatangkan keadilan, kemakmuran, kesetaraan, keswejahteraan,
kecerdasan, dan kekuatan-kekokohan sosial. Dengan pengelolaan khas
Islami itu jadilah negara yang awalnya setitik noktah gersang di padang
pasir menjadi negara adidaya menyisihkan dominasi Romawi dan Persia.
Dengan ketiga ide khas yang diterapkan serta dicontohkan langsung
oleh beliau dalam aplikasinya maka menjadi sempurnalah percontohan itu.
Maka pengaruh yang diakibatkannya menjadi amat besar dalam tatanan
kehidupan kemanusia dan peradaban dunia.
Dalam praktek mengikuti tuntunan Nabi banyak orang Islam yang menyimpang. Minimal ada 3 bentuk penyimpangan yang terjadi:
a. Tidak memahami hakekat IMAN yang benar, hanya yakin bahwa Allah
tuhannya dan Muhammad utusanNya, tanpa mendalami apa ide khas yang ada
di dalam Islam untuk diyakini baiknya bagi manusia dan lalu
dipraktekkan, baik sebagai individu, keluarga, maupun cara mengelola
bangsa-negara.
b. Memahami keberadaan kekhasan ide Islam, tapi sebatas tentang
kehidupan individu, maksimal dalam berkeluarga, sehingga umat lalu
terjerumus terkungkung dalam tatanan sosial-politik yang rusak dan
merongrong keimanannya,
c. Menyimpang jauh dari ide khas Islam tentang kehidupan manusia yang
baik dan malah membuat ide-ide baru yang lalu diatas-namakan Islam,
seperti mengada-ada ritual tambahan, bahkan mengaku sudah dekat dengan
tuhan, berlagak menjadi wali, sehingga tidak perlu lagi menjalankan
ritual Islam yang baku seperti shalat, padahal nabi sampai akhir
hayatnyapun tetap shalat.
3. PERJUANGAN SUNGGUH-SUNGGUH (JIHAD) DAN ADANYA ORGANISASI POLITIK TERKAIT IDEOLOGINYA (HIZBULLAH)
Upaya menerapkan ide khas tentang kehidupan pribadi sepertinya tidak
sulit, cukup hanya dengan mengajak orang memahami idenya dan memberi
contoh melaknasakannya. Begitu pula upaya menyelamatkan keluarga orang
lain supaya menjadi keluarga yang bahagia, tidak berantakan, bisa
dilakukan dengan pendekatan penasehatan pada keluarga yang bersangkutan
tentang ciri/kriteria khas keluarga ideal dan memberi percontohan dengan
keluarganya sendiri.
Nah, yang berat atau sulit adalah jika menyangkut tatanan sosial, ide
khas bagaimana tatanan bangsa-negara yang ideal, mampu mendatangkan
kesejahteraan pada rakyat dan peradaban tinggi manusia. Ide khas tentang
model tatanan sosial bisa saja dibuat namun untuk bisa menerapkannya
tidak cukup dengan nasehat atau penyebaran ide itu melalui
ceramah-khotbah, namun perlu ada gerakan sosial yang dimotori oleh
kelompok politik yang solid akan menerapkan ide kenegaraan tersebut.
Itu terjadi pada kasus tegaknya komunisme di Uni Sovyet, Nazi di Jerman,
Partai Politik di Amerika Serikat, dll. Dengan adanya kelompok solid
disertai adanya aktifitas perjuangan sungguh-sungguh (dalam bentuk
kelompok, tidak lagi sekedar individual) maka ide khas itu potensial
bisa ditegakkan. Namun sebelum ada gerakan itu tentu sudah harus
berbentuk kelompok politik yang solid. Dalam ajaran Islam, perjuangan
yang sungguh-sungguh untuk penerapan Islam sebagai ide khas tentang
makna manusia yang baik dikenal sebagai JIHAD FIE SABILILLAH, sedang
kelompok sosial yang solid mau menerapkan syariat kenegaraan Islam dalam
suatu negeri disebut al Qur’an sebagai HIZBULLAH atau Partai Allah,
atau Partai berasaskan Islam. Dengan semangat dan aktifitas jihad
disertai adanya sarana Partai Islam itulah maka barulah bisa diterapkan
ide khas dalam pengelolaan bangsa-negara untuk menjadikan raklyat
mencapai kondisi makmur, maju, aman-sejahtera.
Bagaimana bentuk jihad yang dicontohkan Rasulullah mudah mudah
diikuti dari sejarah hidup nabi (Sirah Nabi) di mana akan tergambar pula
di sana kegigihan beliau, kejujuran beliau, ketegasan beliau,
pengorbaban beliau, sampai bagaimana cara beliau sampai menjadi
pengelola negeri Madinah. Bagaimana organisasi Islam Politik yang
dibangun nabi dengan mengumpulkan tokoh2 berpengaruh di masyarakatnya,
satu persatu, menyusun strategi untuk memenangkn loby dengan kaum
Nasrani, Yahudi, Majusi di Madinah, sampai siap menghadapi perang jika
diperangi musuh.
Semoga membuka hati umat, khususnya di saat-saat memperingati kelahiran Nabinya.
Indonesia, menyambut Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar